Apakah Belajar Filsafat Bisa Membuat Kita Menjadi Orang Gila?



Ada yang mengatakan bahwa orang yang belajar tentang filsafat itu bisa jadi gila. Betapa banyak orang yang punya pikiran bahwa belajar filsafat akan membuat kita murtad atau bahkan liberal dan atheis. Sebenarnya, bisa jadi pernyataan dan anggapan itu benar tapi bagi beberapa orang anggapan itu sangat tidak berlaku.

Ketika aku berumur 9 tahun, aku selalu memikirkan hal-hal yang bahkan tidak pernah dipikirkan orang dewasa kebanyakan. Pertanyaan-pertanyaan “bodoh” yang mungkin aku lontarkan membuat mereka mengatakan, mengapa aku berfikir hal-hal yang sangat berat saat usiaku masih sangat muda?


Entah mengapa dari kecil aku suka bertanya-tanya pada diriku sendiri, bicara pada diriku sendiri. Siapa aku? Mengapa aku ada di dunia ini? Mengapa namaku Manda? Mengapa aku punya ayah dan ibu? Mengapa aku bisa hidup? Mengapa aku tidak jadi kucing tau ikan? Mengapa aku tidak mati saat bayi? Mengapa wajahku seperti ini? Mengapa aku tinggal di Indonesia? Mengapa aku berbicara Bahasa Indonesia? 


Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalaku. Sebenarnya mamaku mungkin bisa menjawab semua itu dengan sangat mudah. Salah satu jawaban terbaik dari mama adalah “karena takdir, Man”. Tapi entah mengapa aku merasa mama mungkin saja mencari jawaban simple untuk menjawab pertanyaan “bodoh” dari anak SD sepertiku. Tapi aku yakin, ada makna di balik takdir. Aku hanya merasa hidup tanpa tahu makna hidup yang sesungguhnya, seperti laut tanpa makhluk laut dan tumbuhan laut,. Dari permukaan terlihat sama. Ya, sama-sama laut. Tapi sebenarnya laut itu tidak berisi, tidak berarti banyak bagi manusia, bahkan bagi laut itu sendiri. Ia pasti akan merasa kesepian dan hampa. 


Jika banyak orang yang mengatakan bahwa filsafat bisa membuat kita gila. Sebenarnya semua itu bisa dilihat dari bagaimana dia memandang filsafat sebagai panduan hidup, renungan hidup, atau bahkan pegangan hidup. 



Aku sendiri, sebagai Muslim, memandang filsafat sebagai renungan hidup. Terkadang banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dasar dalam hidup. Yang kita sendiri bahkan tidak bisa memikirkan sejauh itu. Seperti pertanyaan, “Dari mana asalnya Tuhan”, mungkin pertanyaan inilah yang membuat banyak orang berfikir bahwa Tuhan itu tidak ada. Dan akhirnya memilih menajdi liberal atau atheis karena dia merasa ilmu filsafat ini sebagai panduan hidupnya. Tapi, bagiku pribadi, karena aku punya kitab pedoman yaitu Al-Qur’an, aku beriman pada Al-Qur’an. Allah berfirman bahwa Ia mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Dan aku sangat percaya dengan segala pikiran, jiwa, dan raga bahwa tidak mungkin dunia ini tidak memiliki “Tuhan” yang mengatur alam semesta dan menciptakan segala hal di duia dan akhirat. Ketika ada yang bertanya, dari mana asalnya Tuhan, mungkin kita tidak akan pernah bisa melogikakannya karena otak kita itu terbatas. Bayangkan, Albert Einsten saja hanya menggunakan otaknya kurang dari 10%. Dan sampai saat ini, banyak sekali misteri ilmu pengetahun yang belum terpecahkan oleh manusia, bahkan ilmuwan terhebat seklaipun. Itu menandakan bahwa banyak sekali hal yang bersifat metafisik, tidak terlihat (sekarang) namun ada.



Honestly, aku suka filsafat karena filsafat mengajarkanku tentang apa arti hidup. Pertanyaan “Mengapa” selalu muncul dalam otakku, tapi aku tidak pernah menjadi gila. Karena filsafat bukan panduan hidupku. Al-Qur’an lah panduan hidupku. Filsafat mengajakku berfikir lebih dalam tentang hidup tanpa keluar dari ajaran Al-Qur’an. Dan aku tidak pernah merasa bingung dengan semua itu karena ilmu filsafat akan menjadi linear dengan Al-Qur’an jika ia fakta bukan hanya persepsi manusia yang bahkan mungkin setiap tahun bisa berganti (changable).

Entah mengapa aku sangat menyukai filsafat. Ilmunya mungkin terlihat berat, tapi sebenranya sangat mudah dicerna jika bahasanya direndahkan levelnya. Hahaha. I mean, simplify the language to make it understandable. Karena semua orang punya kesempatan dan peluang yang sama untuk merenungkan arti kehidupan mereka masing-masing. 




Dalam agamaku sendiri sebenarnya semua telah dijelaskan dengan sejelas-jelasnya (Al-Qur’an dan Hadits), namun mungkin seseorang memiliki cara pandang berbeda satu sama lain. Dan mereka membutuhkan cara tersendiri untuk memahami arti hidup mereka. Yang benar-benar mereka yakini, yang berasal dari jiwa dan hati mereka. Bukan hanya apa yang telah tertulis dan disebutkan di dalam kitab/hadits. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer