Pengganti Terbaik dari Mimpi yang Tertunda
Surat dari beliau memberikanku ruang baru untuk berpikir ulang. Berpikir
lebih dari sekali sambil mencoba menatap masa depan dengan sejeli mungkin.
Ya, aku muda, dan pemikiranku masih sangat visioner.
Dulu, saat kelas 1 SMA aku sangat berharap bisa exchange student ke Eropa.
Lebih tepatnya Jerman. Aku ingin sekali bisa merasakan atmosphere keilmuan
disana. Namun, Tuhan berkehendak lain. Mungkin saat itu rezekiku bukanlah
di Eropa tapi di belahan bumi Asia bagian Timur yang penduduknya
menggunakan bahasa paling sulit di dunia secara aktif.
Kata mamaku, semua ini adalah takdir dan anugerah. China adalah jodohku.
Dan pasti aku akan mendapatkan banyak sekali ilmu. Aku akan membawa pulang
segudang pengalaman, pemikiran, pencapaian, link/networking, bahkan
keahlian baru. Letak terpentingnya bukanlah foto yang aku upload ke
instagram, bukan keterbukaan cerita yang aku tulis di blog, dan bukan pula
kebanggaan saat wajahku mampang di website. Namun ada hal lain yang
mungkin sangat eksklusif untuk dibagikan, yaitu apa yang aku resapi untuk
diriku sendiri agar aku menjadi pribadi yang seperti apa di masa depan
setelah kembali ke Indonesia.
Setelah aku kembali ke Indonesia, aku akui apa yang mamaku katakan dulu itu
benar adanya. Aku sudah legowo dan alhamdulillah bisa mengambil hikmah dari
semuanya.
Tanpa kapok sedikitpun, kurencanakan lagi untuk bisa "menggapai" Eropa
dalam rangka menempuh studi Bachelor Degree. But, again. Mungkin Allah
belum merestui bahkan sebelum aku diizinkan mendaftar. Aku memiliki
tanggung jawab pengabdian di madrasah sehingga aku nampaknya tidak bisa
meninggalkan Jogja. Hatiku sangat kecewa, sedih, tertekan, merasa tidak
bebas. Tapi mau bagaimana lagi? Aku harus bertanggung jawab dan menerima
konsekuensi perjanjian pengabdian ini.
Jelas saja, aku menangis mencoba melegakan perasaan.
Aku memiliki kontrak dengan madrasah untuk menjadi seorang musyrifah atau
ustadzah selama satu tahun. Ustadzah yang harus tinggal di asrama, disiplin
secara waktu, harus membangunkan sholat dan memimpin kegiatan di asrama,
mengajar pelajaran asrama, mengatur regulasi di asrama dll. Tugas yang
tidak mudah dan tidak bisa diremehkan begitu saja.
###
Pikiranku berjalan melewati timeline sejarah masa hidupku ke waktu beberapa
tahun yang lalu. Harusnya aku bisa belajar. Segala kemungkinan hidup itu
pasti ada. Dan aku harus yakin, selama apa yang kita lakukan itu baik dan
berguna untuk umat pasti Allah akan selalu memberikan rezeki yang tak
terduga-duga. Pasti Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang membantu
umat manusia di jalanNya.
Menjadi seorang musyrifah atau ustadzah adalah tugas yang sangat mulia,
bukan? Dan harus aku akui ini memang berat, namun mau tidak mau aku harus
siap dan ikhlas, karena jika tidak, sama saja semua itu tidak berarti
apa-apa di mataNya.
Aku memiliki seorang teman. Ia sangat baik dan kurasa dia sangat berjasa
terhadap banyak orang. Teman-temannya, organisasinya, gerakannya,
kelompoknya dll. Ia memiliki rencana untuk melanjutkan studi ke Madinah,
namun mungkin takdir berkata lain. Allah memberikannya rezeki dan
kesempatan untuk menempuh pendidikan kedokteran dengan beasiswa full selama
6 tahun.
Ada lagi teman yang sangat aktif di organisasi.Tidak pamrih terhadap waktu
yang dihabiskannya untuk hajat orang lain. Dia baru belajar untuk UN
seminggu sebelum UN dilaksanakan. Dan dia tidak les sama sekali untuk bisa
meraih impiannya belajar di suatu universitas idaman di Jogja dengan
satu-satunya jurusan yang diinginkannya. And see? Allah meloloskan dia
dengan mudahnya. Karena aku berpikir bahwa dia rela berkorban untuk umat
atau hajat orang banyak. Dan pasti Allah akan memberikan ganti yang luar
biasa dan tidak terduga-duga.
Jadi, nggak ada alasan untuk menyesal. Toh jika menanam baik, kita akan
memanen yang baik pula. Dan janji Allah itu pasti.
InsyaAllah aku akan ke Eropa untuk melanjutkan pendidikan S2 , di
universitas impianku; University of Oxford :)

Komentar
Posting Komentar